Desa Bokong, NTT — Nelci Diana Timo

Pelanggaran HAM merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan secara sengaja atau tidak oleh seseorang dalam melanggar hak dan kewajiban pemerintah yang berkomitmen untuk menegakan, menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadialan bagi yang diduga menjadi pelaku pelaggaran HAM berat. Komitmen tersebut dituangkan dalam UU 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

 

Hal ini ditegaskan oleh presiden  “Joko Widodo” dalam sambutannya pada acara peringatan hari HAM sedunia tahun 2021 diistana negara. Kepala negara menuturkan perkembangan revolusi 4.0 juga menuntut agar dapat mengantisipasi beberapa isu HAM termasuk kegelisahan dan kekuatiran masyarakat terhadap saksi pidana dalam UU ITE. Presiden telah menginstruksi jajarannya untuk mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam penanganan.

 

Hal serupa sedang kami lakukan dalam komunitas kami saat ini. Terkait edukasi, kami menyebutnya Pendidikan Kritis. Model kegiatannya, saya bersama 8 orang teman yang terorganisir oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) yang bekerja sama dengan Asia Justice and Rigths (AJAR), kami diajari banyak hal seperti, seks dan gender, gerakan dan kekuatan korban, kewajiban negara untuk memenuhi, menghormati, bertanggung jawab dan memastikan kejadian tidak berulang kepada rakyatnya. Kami belajar prinsip-prinsip tersebut dan kami juga diberikan kesempatan untuk berbagi dengan cara kami menjadi fasilitator di desa kami sendiri. Tujuannya agar apa yang kami pelajari menjadi pelajaran bersama bagi teman-teman kami yang ada di desa. Terkait gerakan partisipatif, dalam semua kegiatan dan proses fasilitasi, kami tidak melakukannya sendiri. Seolah-olah kami menjadi guru an teman-temab kami adalah murid. Dalam kegiatan, teman-teman selalu dilibatkan dan dibarikan kebebasan untuk berpendapat. Karena di desa kami isunya adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), bagaimana banyak sekali masyarakat yang keluar untuk merantau ke luar negeri, kami mengawali pembelajaran kami dengan membuat peta kampung dan pemetaan Sumber Daya Alam (SDA) bersama orang muda yang merupakan orang yang paling rentan merantau setelah sekolah ataupun putus sekolah. Tujuannya, ketika kami sebagai orang muda bisa mengenal dan mencintai lingkungan desa kami dan mengetahui SDA apa saja yang bisa menjadi potensi untuk dikembangkan karena bagaimanapun orang merantau karena tidak ada peluang atau kepastian ekonomi di dalam desa. Kami hanya memberi petunjuk pengerjaan dan teman-teman diberikan alat tulis dan bisa mengerjakan secara berkelompok dengan cara yang kreatif. TPPO terjadi dalam lingkaran atau rantai persoalan sosial yang sangat rumit jika dilihat dari desa. Kami tidak memiliki akses yang mudah dalam pendidikan karena jarak yang cukup jauh seperti di desa tentangga. Ada SD tetapi tidak ada SMP dan SMA sehingga kami harus pergi ke desa tetangga. Pustu kesehatan kami juga jauh sekali dan pekerja kesehatan juga tidak baik. Kami tidak memiliki pasar yang bisa menjadi tempat untuk kami menjual hasil pertanian kami. Belum lagi dikaitkan dengan adat istiadat dengan sistem patrilineal yang juga meberatkan saya sebagai perempuan. Hal-halbseperti ini yang membuat kami memutuskan untuk keluar dari desa karena keterpaksaan dan tuntutan hidup pada saat itu.

 

Semoga dengan keberadaan JPIT dan AJAR dapat membantu komunitas kami jadi lebih baik lagi dan tidak lupa juga dukungan dari pihak pemerintahan. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan adanya persatuan bersama dengan melakukan pembelajaran kolektif dengan cara yang kreatif dan partisipatif. Aspirasi untuk masa depan yang saya lakukan sebagai pemuda desa yaitu memberikan motivasi kepada pemuda-pemudi atau pihak lain dalam bentuk perilaku, sifat, memberikan pemahaman tentang pentingnya hidup saling menghargai hak dan kewajiban seseorang karena kunci kedamaian suatu komunitas yaitu saling menghargai perbedaan dan bersatu.

 

Ketika saya pergi ke Timor Leste saya mau belajar banyak hal antara lain, bagaimana saya bisa berjejaring dan mendapat cerita pengalaman yang inspiratif, saya juga mau belajar bahasa Timor Leste dan bagaimana pemuda-pemudi mempertahankan komunitas mereka ehingga bisa hidup damai memperbaiki pelanggaran HAM yang terjadi di komunitas agar tidak terulang kembali dan dapat diaplikasikan dalam desa. Ketika saya pulang dari Timor leste yang saya lakukan berbagi pengalaman dan menceritakan kembali apa yang di pelajari di Timor Leste kepada 8 orang teman-teman saya dan kami akan berbagi bersama dalam pendidikan kritis bersama orang muda yang di 8 titik lokasi yang kami sudah tentuka di desa kami.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *