Payung-payung Hitam
Payung hitam digenggam dalam diam dan geram
mempetisi sepi keadilan
Setiap tajamnya ingatan
Akan terhunus terus menerus tanpa putus
Darah mengerai
Rentetan nama bertebaran
Semua harapan di balas dengan kekerasan
Suara sakit
Gema tirani
Ringkih kebungkaman
Lengking kekerasan
Dengan pasti kita mengenang
menjadi percik bagi setiap api
Berkumpulah ketakutan dan kebimbangan
Sampai kapan kita hujani setiap dermaga
bila lautan telah menopang seluruh air
Biarkan air itu mengalir dan menjadi bendungan paling besar
Lalu setelah itu merapatlah
Memberikan ombak paling besar
Pada negara
Pada tentara
Pada setiap ketiadaan
Kita adalah merah widji di setiap aksi.
Laron, 2021
Dalam setiap kamisan payung hitam menjadi simbolis paling sakral dimana orang-orang berdiri ringkih dan gusar dengan membawa payung hitam. Memberikan sebuah energi ingatan yang banyak sekali di lupakan, setiap waktu ada banyak orang yang trauma terhadap kekerasan yang dilakukan oleh negara sehingga protes yang dilakukan hanya terdiam seolah itu adalah protes paling pedas terhadap negara yang semakin hari semakin ganas terhadap rakyatnya sendiri.
Dari tahun ke tahun negara hanyalah memberi seabreg tirani kepada rakyatnya. Orang-orang yang protes dibungkam bahkan dihilangkan. Padahal negara yang katanya demokratis akan tetapi kenyatakan nya negara ini apatis dan otoriter. Beberapa nama telah luput dimakan negara dengan alat aparat yang kejam dan keras kepada rakyatnya sendiri.
Sungguh negara membuat rakyatnya luka-luka dan sakit dengan dustanya pidato presiden direka sedikian rupa, Media TV menjadi senjata paling tajam untuk mendoktrinisasi rakyatnya. Membuat sebuah dogma bahwa negara ini indah dan baik-baik saja padahal rentetan pembantaian dan pelanggaran HAM yang terus menerus meraka lakukan. Dan semua berita benar dimanipulasi sedemikian rupa.