Tanpa Pengakuan Tidak Mungkin ada Pemulihan:
Catatan dari Proses Mendengarkan Suara Korban dan Dialog dengan Perwakilan Pemerintah
Laporan ini ditulis melalui proses refleksi bersama 17 korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, dengan tujuan untuk mendorong respons negara, termasuk lembaga HAM dan mekanisme pertanggungjawaban, demi perbaikan upaya pemenuhan hak-hak korban sampai sekarang.
Selama ini, audiensi (hearing) menjadi salah satu cara mengamplifikasi suara korban untuk didengarkan oleh para pemangku kebijakan, baik dalam konteks investigasi maupun komisi kebenaran dan hal lain yang berkaitan. Namun dalam konteks impunitas yang panjang, proses audiensi dapat menjadi beban yang berat bagi korban, mengakibatkan trauma terulang, dan juga membawa kekecewaan baru bagi korban. Maka AJAR bersama mitra kerjanya, mengembangkan metode-metode alternatif, yang mengedepankan pemulihan serta integritas korban, dalam proses mendokumentasikan pengalaman pelanggaran HAM dan harapan korban.
AJAR menggelar sebuah pertemuan korban dari beberapa kasus serta wilayah dengan menggunakan metode “peta tubuh” dan “batu-bunga”, dua metode Penelitian Aksi Partisipatif yang bertujuan membuat korban merasa aman untuk bercerita maupun berekspresi melalui proses menggambar dan berdialog.
Dengan 17 orang korban yang mewakili spektrum kasus pelanggaran berat HAM di Indonesia, dari Aceh, Papua, serta korban dari beberapa wilayah yang menjadi korban Kejahatan Kemanusiaan 1965–1966, serta anak-anak yang dipindahkan secara paksa dalam konteks konflik di Timor-Leste (1975–1999), yang dikenal juga sebagai “Labarik Lakon” atau anak-anak yang hilang.
Laporan ini mencoba menangkap suara korban: pengalaman pelanggaran HAM yang mereka alami, refleksi tentang situasi mereka pada saat ini, serta menghadirkan rekomendasi dari proses bersama ini. Dengan menggunakan metode partisipatif yang kreatif, lintas generasi dan lintas kasus, sebuah proses refleksi yang mendalam menghasilkan rekomendasi yang berharga. Tentunya, 17 orang korban tidak bisa mewakili suara ribuan korban pelanggaran berat HAM yang masih perlu dilibatkan ke depan.
Baca catatan proses di sini