Merawat kehilangan
Setiap kabisat mulai kembali
Penyuluh baru datang silih berganti
Mereka berusaha memperkenalkan benih-benih baru untuk tanahku
Mereka berjanji benih baru akan dapat panen melimpah
Fenomena ini dimulai 17 tahun lalu
Konon katanya, sejak pencetus revolusi hijau mulai mengambil benih
Petani mulai memberontak hingga ke gedung para penyuluh
Dan lelang tender mulai ditentukan oleh para warga
Akhirnya, suara-suara mereka mampu menentukan
Benih layak ditanam di desa atau hanya jadi benih sampingan
Saat benih tak sesuai janji atau bahan caci
Mulailah tanahku santer digandrungi janji produksi
Aku bertanya-tanya kenapa harus tanahku
Jangankan panen melimpah, berbuah saja tak pernah
mungkin tanahku paling empuk dijadikan tanah percontohan.
Apalagi semenjak benih ku diambil paksa karena dianggap gulma
Kabisat pertama dimenangkan oleh bawahan keamanan pencetus revolusi
Katanya, dia sering mengajak dialog dan diskusi
Atau mungkin anak pendiri desa hanya modal nama ayahnya
Lagipula benihnya tak berbuah saat benihnya ditanam sementara
Panen dinanti-nanti dengan sepenuh hati
Apalagi, dia sempat menanyakan solusi petani tentang tanaman di desa lain
Benih dicoba ditanam lagi di kabisat kedua
Mungkin saja benihnya perlu adaptasi
Lagi, lagi, benih tak kunjung panen
Malah skandal korupsi anak sang penyuluh mencuat
Katanya, dia bekerja sama dengan Badan Keuangan Desa
Naas sudah janji yang tak kunjung ditepati.
Penyuluh baru datang lagi
Dia terlihat muda dan sahaja
Pemuda yang berhasil membangun kelurahannya
Pemuda penuh mimpi revolusi penyuluh korupsi
Dia berulang kali berjanji bahwa benih akan berhasil kali ini
Jikalau ada yang menghalangi, maka akan dikejar sampai mati
Bertahun-tahun kemudian, tak ada kabar yang datang menghampiri
Benihku kembali pupus dan hangus bersama ekspetasi
Berpuluh tahun aku menunggu
Penyuluh datang dan pergi ke tanahku
Kini aku hanya ingin kabar benih lamaku
Baik ranggas atau bernas
Tulisanmonza
Konteksnya tentang kehilangan yang dianalogikan seorang petani yang kedatangan penyuluh 4 tahun sekali yang merupakan kampanye presiden yang dilambangkan kabisat. Mengambil sudut pandang sang ibu yang selalu berharap anaknya kembali dengan personifikasi benih sebagai harapan. Harapan tersebut terus tumbuh lalu gagal panen setiap pemilu. Harapannya di akhir, dia hanya ingin kabar, baik kabar kematian atau hanya sekadar informasi yang dipercaya.