| |

[ ZINE ] TEMAN TAMARA

ZINE TEMAN TAMARA

Stigma buruk yang diterakan oleh negara untuk mendehumanisasi korban-penyintas tragedi 1965 masih langgeng di benak masyarakat serta masih direproduksi oleh berbagai institusi sosial di negeri ini. Stigma buruk yang kadung melekat berkontribusi pada hadirnya diskriminasi yang dihadapi penyintas untuk berbaur di masyarakat, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, hingga dipinggirkan dari prioritas pemenuhan hak dasar.

Bertolak dari permasalahan di atas, mulai muncul praktik kolaborasi lintas aktor dan generasi di Yogyakarta untuk membuka ruang dialektika baru, guna memahami peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di tahun 1965 di luar kungkungan narasi resmi negara yang berisi kebenaran tunggal. Beberapa inisiatif yang telah dikerjakan oleh aktor-aktor pegiat HAM di Yogyakarta secara politis dirancang untuk mempertemukan secara langsung komunitas penyintas 1965 dengan publik khususnya generasi muda hari ini. Hadirnya komunitas penyintas di ruang akademik, ruang kesenian, hingga ruang kewargaan sehari-hari adalah satu bentuk tindakan untuk mengklaim hak sipil-politik, menyuarakan hak atas kebenaran dan mengaktifkan hak budaya yang selama puluhan tahun direnggut oleh negara.

Pertunjukan “Gejolak Makam Keramat” (2017) dan “Selamatan Anak Cucu Sumilah” (2018) yang diinisiasi oleh Teater Tamara bersama jejaring seniman, aktivis sosial dan akademisi, merepresentasikan sebuah upaya yang dilakukan tidak hanya untuk memberi ruang ekspresi atau berbagi kebenaran bagi komunitas penyintas 1965, tetapi juga untuk menyediakan ruang pembelajaran sejarah alternatif bagi generasi muda. Dalam dua pertunjukan tersebut generasi muda berkesempatan mengambil posisi sebagai agensi aktif dengan mengikuti proses penciptaan teater bersama komunitas penyintas 1965. Tak jarang dalam proses penciptaan isu-isu yang digelisahkan bersama seputar kekerasan negara, penelusuran sejarah personal, hingga daya juang penyintas, bisa terlontar secara organik dan menjadi pijakan diskusi untuk memangkas gap pengetahuan antar generasi.

Melalui zine ini, teman-teman muda hendak membagikan refleksinya atas pengalaman bertemu dan berkolaborasi secara kreatif bersama Teater Tamara. Teman-teman muda turut menceritakan tantangan yang terus bergulir dan dipapasi selepas pertunjukan. Soal merawat relasi pertemanan dan dukungan dengan komunitas penyintas. Juga soal membuka keran perbincangan terkait topik 1965 di level keluarga.

Selamat membaca.

 

 

 

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *