Cerita dari Desa Bokong, Kupang — Melianus Teneo
Kekerasan pada masa lalu, selalu menyebabkan luka dan membekas pada diri siapa saja yang mengalaminya. Dewasa ini semakin terbuka bahkan kesadaran memberi kesempatan untuk mendegar suara para korban, seperti korban kekrasan pada masa lalau, korban pelanggarn HAM termasuk para survivor (penyintas) perdagangan orang.
Perdagangan orang di propinsi NTT bermodus mingrasi tenagan kerja merupakan permasalahan yang cukupserius. Pada tahun 2015 mentri tenaga kerja menetapkan NTT sebagai propinsi darurat perdagangan orang berdasarkan data dari Bareskrim Polri. Sementara NTT berada pada urutan ke 9 pengiriman pekerjaan mingran (PMI) keluar Negri, namun menetapkan urutan pertama dalam kasus perdagangan orang. Data bareskrim ini di dukung dengann data dari komisi V DPRD NTT tahun 2015 bahwa dari total angkatan kerja NTT (2.175.171) di perkirakan 200,115 (9,2%) di antaranya di luar daerah dan luar Negri.
JPIT melihat bahwa meningkatnya masalah PMI merupkan pelangaran HAM senhingga Pada tahun 2019 dari Jaringan Perempuan di Indonesia (JPIT) Timur, bekerja sama dengan AJAR untuk mennetukan lokasi penelitia bagi PMI di beberapa tempat yaitu: kota kupang, Kabupaten Kupang terutama berada di Desa Bokong Kabupaten kupang karena banayak Anggota PMI . karena masalah perdagangangan orang merupakan masalah pelangaran HAM berat karena merampas Harkat dan martabat korban sebagai manusiaYang utuh. Ketika JPIT ada di Desa bokong sangat menolong kami untukmengetahui kejadian-kejadian yang terjadi dengan masyarakat PMI karena kurangnya pedidikan sehingga mudah tertipu. Dalam penelitan dari JPIT sangat menolong masyarakat untuk mmeperjungan hak mereka.
Melalui community learning center yang saya buat ini, saya ingin menyampaikan niat saya pada tahun 2019 mengikuti kegitan dari JPIT stelah itu saya mengikuti pelatihan sebagai Fasilitatror muda desa dan 2 kali bersama AJAR dan JPIT Pada tahun 2020-2021 untuk menjadi salah satu fasilitator muda Desa yang akan pergi mengikuti kegitan orang muda Desa untuk mempertahankan HAM. Hal yang menguatkan niat saya untuk mengikuti kegiatan ini ialah saya ingin belajar dari para teman-teman pendamping dari AJAR dan cish Timor tentang cara mereka berjuang demi mendapatkan keadilan bagi para korban. Saya merasa bahwa dalam usaha menegakkan keadilan memang butuh waktu, dana dan daya. Dengan kata lain, tidak gampang. Apalagi banyak tantangan di dalam usaha memperjuangkan hak-hak korban. Oleh karena itu, saya berharap diberikan kesempatan untuk bertemu dan berbagi pengalaman secara langsung dengan para penyintas dan juga pendamping.
Bagi saya, ini bukan hanya sekedar kegiatan atau rutinitas setiap tahun, melainkan ini merupakan kesempatan berharga untuk saling menguatkan. Dalam kerja-kerja untuk kemanusiaan, saya sadar bahwa bukan hanya penyintas yang harus kita dampingi, melainkan kita para pendamping juga seharusnya mendapatkan penguatan. Belajar dari pengalaman kami di JPIT, para pendamping juga banyak kali mengalami hal-hal sulit bahkan perasaan tidak percaya diri untuk mendampingi korban/penyintas karena berbagai keterbatasan.
Saya merupakan salah satu orang yang selalu memmpertanyakan apakah saya bisa mendampingi mendampingi dan berjuang bersama. Keterbatasan pengalaman dan juga cara mendampingilah yang buat saya merasa tidak percaya diri. Saya bahkan menangis karena takut kalau yang saya lakukan dalam mendampingi penyintas adalah salah. Pengalaman saya ketika bertemu untu bertanya rasa gugup, terkait dengan apa yeng mereka alami, saya mengalami tekanan seperti menangis dan susah tidur setelah mendengar cerita korban. Dalam pikiran saya ternyata hidupmerantau ini sangat keras pada akhirnya saya belajar bahwa ketika kita mau melaksanakan suatu kebaikan untukmenyelamatkan mereka itu tidakmudah bagi kita. Namun bersykurbahwa saya diberi kesempatan untuk bekajar dari mereka bahkan kami saling mengutakan. antar penyintas dan pendamping.
Secara pribadai setelah Saya diberi kesemptan untuk ada ditimor leste dengan membawa pulang pengalaman yang berharga dan semangat untuk melakukan tugas saya di JPIT. Saat ini saya sebagai fasilitator muda desa.saya bisa belajar bagaiman cara mmeprjunagkan dan mendampingi para korban untuk memperjungankan keadilan dan Hak mereka. Apa kabar perjuangan mereka? sejauh mana mereka bisa bertahan dari berbagai tantangan dalam mencapai keadilan? Hal-hal ini menjadi kebutuhan yang akan saya bawa pulang ke Kupang.