Nisan tak bernama
kawan Negeri ini sedang tidak baik-baik saja
Ibu pertiwi merintih, menangis karena harus selalu merasakan darah-darah juang yang tumpah di jalanan
Sementara mereka yang paling lantang berteriak memperjuangkan hak dan kebenaran serta menolak untuk masuk dalam sangkar kekuasaan
Masih belum memiliki nama di batu nisan
Dan kini,pongahnya kekuasaan ingin memasungmu dalam kebijakan yang mereka rancang diatas derai air mata dan darah rakyatnya sendiri
Melucutimu satu persatu
Membungkam mulutmu
Menutup telingamu
Membutakan matamu
Dan menumpulkan fikiranmu
Merintih, diabaikan
Protes, tidak didengarkan
Melawan, dipenjarakan
Tinggal pilih yang mana
Kita disudutkan pada situasi dengan tidak banyak pilihan
Pakai Maskermu, Diam dan Bungkam
Sampai suara-suara kritis yang berkeliaran di kepalamu hilang
Itu yang mereka inginkan
Teruslah berlipat ganda kawan, sampai mereka sadar
Bahwa kita telah muak ditunggangi oleh mereka
Para elit-elit berdasi.
Dan terus mengabadikan nama-nama mereka yang hilang dalam suara bising kebenaran
LAWAN…!!!
Aji
Puisi ini adalah bagian dari bentuk perlawanan atas penindasan dan ketidakadilan, keresahan-keresahan yang timbul dalam masyarakat merupakan keresahan yang sistematis. keresahan yg telah membatin,muak, dan berubah menjadi bom waktu di dalam sangkar kekuasaan yang mereka pupuk dengan berbagai kebusukan-kebusukan.
Mosi tidak percaya kemudian dihidupkan oleh Rakyat, Wajar. Sebab mereka yang seharusnya menjadi penyambung lidah bagi rakyat, kini berbalik menjadi penjilat untuk mengkhianati amanah rakyat yang dititipkan kepada mereka.
Puisi ini menjelaskan bahwa keadaan pemerintah saat ini yang tidak ingin mendengar suara rakyat dan tidak melibatkan rakyat dalam berbagai kebijakan, protes dan melawan pun tidak memberikan hasil yang baik terhadap rakyat.
VOX POPULI, VOX DEI
“Suara Rakyat adalah suara Tuhan” Sepertinya kalimat diatas tidak berlaku dalam kamus mereka, mereka terlalu kebal sehingga tuhanpun tidak ditakuti.
Kritik Rakyat hanya dianggap sebagai suara-suara bising jalanan yang berdesakan dengan kemacetan jalanan.
Di bait akhir menjelaskan bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan harus tetap digemakan agar nama-nama mereka telah hilang dalam perjuangan akan keadilan tetap abadi.