Skip to content

Learning Humanity, Unlearning Impunity

Facebook Instagram
Shopping Cart 0
  • Beranda
  • TemaExpand
    • Jaminan Tidak Berulang
    • Keadilan
    • Kebenaran
    • Reparasi
  • Liputan Media

Cerita Kita

MELEPAS BELENGGU IMPUNITAS BERSAMA

  • Kontak Kami
  • Cerita dari Anak Muda Indonesia
Cerita Kita
MELEPAS BELENGGU IMPUNITAS BERSAMA
Kebenaran

Tanpa Pengakuan Tidak Mungkin ada Pemulihan:

Catatan dari Proses Mendengarkan Suara Korban dan Dialog dengan Perwakilan Pemerintah Laporan ini ditulis melalui proses refleksi bersama 17 korban pelanggaran hak asasi manusia yang…

Read More Tanpa Pengakuan Tidak Mungkin ada Pemulihan:Continue

Kebenaran

Lembar Fakta Biak

Mundurnya Soeharto pada 1998 memunculkan harapan akan adanya perubahan akan kekerasan yang terus terjadi di Papua. Namun, gerakan sipil yang mengekspresikan aspirasi atas hak menentukan…

Read More Lembar Fakta BiakContinue

AJAR FELLOWSHIP | Jaminan Tidak Berulang | Kebenaran

[ ZINE ] TEMAN TAMARA

ZINE TEMAN TAMARA Stigma buruk yang diterakan oleh negara untuk mendehumanisasi korban-penyintas tragedi 1965 masih langgeng di benak masyarakat serta masih direproduksi oleh berbagai institusi…

Read More [ ZINE ] TEMAN TAMARAContinue

Kebenaran | PEKAN ANTI PENGHILANGAN PAKSA

THE RIGHT TO TRUTH: “FORGET ME NOT” ENFORCED DISAPPEARANCE VICTIMS

Gaby   The article explained about the role of the right to truth on revealing the fate and whereabouts of enforced disappearance victims. The right…

Read More THE RIGHT TO TRUTH: “FORGET ME NOT” ENFORCED DISAPPEARANCE VICTIMSContinue

Page navigation

1 2 3 Next PageNext

Selamat datang!

Mari menyelami cerita kita bersama!

Blog Post Categories

  • AJAR FELLOWSHIP
  • audiovisual
  • Blog
  • Cerita dari Anak Muda Indonesia
  • Jaminan Tidak Berulang
  • Keadilan
  • Kebenaran
  • Liputan Media
  • PEKAN ANTI PENGHILANGAN PAKSA
  • Reparasi
  • Uncategorized

Recent Posts

Together Breaking the Taboo on Women’s Menstruation Through Photos Stories
Cerita dari Anak Muda Indonesia

Together Breaking the Taboo on Women’s Menstruation Through Photos Stories

Uncategorized

Kertas Kebijakan Merauke dan Boven Digoel

Kebenaran

Tanpa Pengakuan Tidak Mungkin ada Pemulihan:

humanityouth

Learning Humanity. Unlearning Impunity
bagian dari @asiajusticerights di Indonesia

Perempuan Aceh tak hanya menyintas, melainkan memi Perempuan Aceh tak hanya menyintas, melainkan memimpin, menyembuhkan, dan menjaga perdamaian.

Di tengah konflik, tsunami, dan proses damai yang tak selalu mulus, mereka tetap hadir. Bekerja dalam diam, namun berdampak besar. Dari musyawarah damai, aksi lintas desa, hingga advokasi ke tingkat internasional.

Ini kisah mereka.

Para Perempuan Aceh sang Penjaga Perdamaian.

#MenolakLupa karena dengan mengingat, kelak penuh harap kekerasan tidak akan terjadi di kemudian hari,

di Bumi Pertiwi, di Indonesia

#20tahunmouhelsinki
Perdamaian Aceh tidak terjadi dalam semalam. Dimul Perdamaian Aceh tidak terjadi dalam semalam. Dimulai dari jeda kemanusiaan tahun 2000, gagal pada 2002, lalu kembali dibangun pasca-tsunami 2004, hingga akhirnya kesepakatan damai bernama "MoU Helsinki" ditandatangani di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.

MoU Helsinki bukan cuma soal senjata yang diletakkan. Tapi juga janji: otonomi bagi Aceh, partisipasi politik, pengakuan hak korban, dan keadilan atas kekerasan masa lalu.

Dalam proses perdamaian ini, sayangnya keterlibatan perempuan sangatlah minim, padahal selama konflik mereka memikul beban yang sangat berat.

Lalu, di mana peran para perempuan dalam proses perdamaian ini?

#MenolakLupa karena dengan mengingat, kelak penuh harap kekerasan tidak akan terjadi di kemudian hari,

di Bumi Pertiwi, di Indonesia

#20TahunMoUHelsinki
#aceh
#peace
Selama konflik di Aceh, pembunuhan dan perampasan Selama konflik di Aceh, pembunuhan dan perampasan harta benda bukan terjadi secara acak, tapi merupakan bagian dari strategi terorganisir.

Orang-orang dibunuh tanpa proses hukum, rumah dibakar, tanah dirampas, dan keluarga dilucuti dari rasa aman. Mereka yang menjadi target bukan hanya kombatan, tapi juga keluarga, simpatisan, tokoh agama yang tidak terlibat secara langsung, bahkan masyarakat sipil biasa yang tidak terlibat dalam gerakan politik apapun.

Laporan KKR Aceh mencatat ribuan kasus pembunuhan dan perusakan yang dilakukan oleh aparat negara. Kekerasan ini tidak hanya menyisakan trauma, tapi juga menghancurkan fondasi kehidupan masyarakat sipil.

#MenolakLupa karena dengan mengingat, kelak penuh harap kekerasan tidak akan terjadi di kemudian hari,

di Bumi Pertiwi, di Indonesia

#20TahunMoUHelsinki #aceh #extrajudicialkillings #summarykillings #peace #conflict #humanrights
Di Aceh, kekerasan negara selama konflik bersenjat Di Aceh, kekerasan negara selama konflik bersenjata (1989–2005) hampir selalu dimulai dengan satu pola: penangkapan dan penahanan sewenang-wenang.

Dari 3.271 peristiwa, lebih dari 5.000 orang menjadi korban. Sebagian besar adalah laki-laki, namun perempuan juga tak luput dari teror—yang menyelinap masuk ke rumah, sekolah, bahkan tempat ibadah.

371 korban penghilangan paksa tercatat oleh KKR Aceh. Hanya satu berhasil ditemukan. Sisanya, hilang dalam senyap.

Kejahatan ini dilakukan bukan hanya oleh militer, tapi juga lewat kolaborasi dengan BKO dan cuak—warga yang dituduh menjadi kolaborator atau informan pemerintah Indonesia.

Kekerasan pun menjalar luas, menembus batas desa hingga ke jantung ruang hidup rakyat.

#MenolakLupa karena dengan mengingat, kelak penuh harap kekerasan tidak akan terjadi di kemudian hari,

di Bumi Pertiwi, di Indonesia

#20TahunMoUHelsinki #aceh #disappearances
10 Juli 2025, Memorial Living Park diresmikan oleh 10 Juli 2025, Memorial Living Park diresmikan oleh Kementerian HAM.

Rumoh Geudong adalah saksi bisu dari luka yang belum pulih. Dulunya tempat penyiksaan, kini dijadikan "Living Park“. Tapi pertanyaannya: untuk siapa?

Korban tak ingin sekadar diundang pada peresmian. Mereka ingin didengar sejak awal—dilibatkan dalam merancang, menentukan isi, bahkan mengelola ruang kenangan ini.

Mereka tak butuh tugu sunyi yang hanya memajang prasasti. Mereka butuh ruang yang jujur bercerita, yang tak menyederhanakan kekejaman jadi "sejarah pembangunan".

Memorial bukan pajangan. Ia harus menyentuh nurani. Harus ada ruang untuk belajar, untuk bertanya, dan untuk merenung. Dan negara punya tanggung jawab: menjaga keakuratan sejarah, membuka transparansi anggaran, dan menjamin keberlanjutan.

Kalau memorial hanya jadi proyek formalitas, maka ia gagal jadi penanda keadilan. Karena memorial sejati, dibangun bersama luka—bukan di atasnya.

#20TahunMoUHelsinki #rumohgeudong #aceh
Follow on Instagram

Make An Impact

captivating your audience

Never miss a thing! Subscribe now to get the latest news.

Subscribe

Never miss a thing! Subscribe now to get the latest news.

Facebook Instagram Pinterest YouTube
  • Beranda
  • Blog
  • Kontak Kami
  • Stolen Children
  • Humanity Youth

© 2025 Cerita Kita - Design by Studio Mommy

  • Beranda
  • Blog
    • Blog
    • Unggahan Terbaru!
  • Templates
    • Category Index
    • Link In Bio
  • Blocks
    • Image Options
  • About
  • Contact
  • Purchase
Search